- Dampak konflik terhadap manajemen
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).
- Sumber terjadinya konflik antara kelompok.
Lalu apakah yang menjadi penyebab sebenarnya munculnya konflik? Penyebab munculnya konflik dalam teori ada 3, yaitu; Interdependence --> dinamika untuk saling terkait dan bertanggung jawab secara fisik (masudnya adalah bertanggung jawab sepenuhnya pada tindakan) dan berbagi prinsip dengan orang lain. Influence strategy --> bagaimana cara mempengaruhi orang lain dalam kelompok, ancaman, hukuman, dan peraturan yang terlalu ketat meniningkatkan munculnya konflik. Misunderstanding and misperception --> salah paham atau salah penangkapan informasi juga dapat meningkatkan munculnya konflik.
- Konsekuensi konflik disfungsional antar kelompok
- Meningkatkan kekompakan kelompok
- Timbulnya kepemimpinan otokratis dalam situasi konflik yang ekstrim dan ketika ancaman mulai terlihat cara kepemimpinan demokratis menjadi kurang populer, para pemimpin menjadi lebih otokratis.
- Fokus pada aktivitas
- Menekankan pada loyalitas
b. Perubahan di antara kelompok
- Destorsi persepsi
Persepsi dari setiap anggota kelompok menjadi terganggu, para anggota kelompok mengembangakan pendapat yang lebih kuat akan pentingnya kesatuan mereka.
- Stereotip yang negatif
Sejalan dengan meningkatnya konflik dan presepsi menjadi lebih terganggu, semua stereotip yang negatif yang pernah ada menguat kembali.
- Penurunan komunikasi
Dalam konflik komunikasi di antara kelompok biasanya terputus. Ini biasanya menjadi sangat tidak berguna, khususnya jika ada saling ketergantungan yang berurutan atau timbal balik.
- Pengelompokan konflik antara kelompok
Konflik di antara kelompok terjadi pada semua tingkat dalam organisasi sosial.
Faktor utama terjadinya konflik di antara Rattlers dan Eagle.
1. Persaingan
Persaingan terjadi karena pada dasarnya kelompok akan lebih suka “mempunyai”
dari pada “ tidak mempunyai”, dan karena itu mereka mengambil langkah perencanaan
dalam mencapai dua hasil, mencapai tujuan yang diinginkan dan mencegah kelompok
lain mendapatkan tujuannya
2. Pengelompokkan Sosial
Dalam belajar mereka memahami lingkungan sosialnya dan menggolongkan
objek yang hidup dan tidak hidup. Tajfel mengusulkan bahwa “hanya permasalahan
pribadi untuk dua kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup
diskriminasi antar kelompok.” Dua dasar kategori sosial adalah (1) anggota kelompok,
dan (2) anggota kelompok lain (Hamilton, 1979).
Walaupun pengelompokkan sosial ini menolong orang memahami lingkungan
sosialnya, Tajfel (Tajfel & Turner,p. 38) mengusulkan bahwa ”hanya pemahaman pribadi
untuk dua kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup diskriminasi
antarkelompok”. Tajfel menyebut kelompok kecil karena (1) Anggota pada kelompok yang sama
tidak pernah bergaul dalam keadaan tatap muka, (2) identitas di dalam kelompok dan di
luar kelompok anggota tetap tidak tahu, dan (3) bukan keuntungan ekonomi perseorangan
yang bisa terjamin dengan mengizinkan banyak atau kurangan uang pada keterangan
individu. Intinya, kelompok adalah ”kognitif murni”; mereka hanya ada pada pikiran
mereka sendiri.
3. Penyerangan antaraKelompok
Dari beberapa tindakan negatif atau buruk dalam kenyataannya merupakan
ancaman bagi kelompok mencapai pertengkaran, tindakan tersebut berawal dari
penghinaan suku etnik budaya, memasuki wilayah kekuasaan kelompk lain tanpa izin
atau pencarian properti geng lain (Gannon, 1966;Yablonsky, 1959).
B. Konsekuensi Konflik antar Kelompok
Konsekuensi antar kelompok ini disarankan agar tidak dikhususkan untuk
kelompok saja, tapi beberapa konflik sejenis nisa menciptakan sejumlah perubahan yang
dapat diperkirakan yang melibatkan kelompok. Secara umum, ada dua reaksi dasar yang
terjadi. Yang pertama, perubahan dalam tim menciptakan peningkatan kekompakkan atau
rasa solidaritas, penolakan terhadap tim lain, dan diferensiasi tim yang semakin hebat.
Kedua, konflik antar tim tampaknya dapat menciptakan salah sangka atas motif dan
kualitas anggota tim lain.
Prinsip konsekuensi konflik antar kelompok mencakup :
• Proses perubahan dalam kelompok
• Konflik dan kekompakkan (solidaritas)
• Konflik dan pemolakan kelompok lain
• Konflik diantara kelompok
• Perubahan-perubahan dan persepsi yang terjadi dalam kelompok
• Kesalahan persepsi dan pemikiran bayangan (terbalik)
• Gambaran musuh yang kejam
• Gambaran kelompok bermoral
• Gambaran kekuatan kelompok
• Bayangan terbalik
• Stereotif