Perilaku antar kelompok dan manajemen konflik

  • Dampak konflik terhadap manajemen
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

  • Sumber terjadinya konflik antara kelompok.
beberapa hal umum yang kita ketahui tentang munculnya konflik dalam kelompok adalah ketidak percayaan ada anggota kelompok lain, kurangnya kekuatan seorang pemimpin kelompok (kepemimpinan), atau penangkapan informasi yang salah yang dapat membuat salah paham para anggota kelompok

           Lalu apakah yang menjadi penyebab sebenarnya munculnya konflik? Penyebab munculnya konflik dalam teori ada 3, yaitu; Interdependence --> dinamika untuk saling terkait dan bertanggung jawab secara fisik (masudnya adalah bertanggung jawab sepenuhnya pada tindakan) dan berbagi prinsip dengan orang lain. Influence strategy --> bagaimana cara mempengaruhi orang lain dalam kelompok, ancaman, hukuman, dan peraturan yang terlalu ketat meniningkatkan munculnya konflik. Misunderstanding and misperception --> salah paham atau salah penangkapan informasi juga dapat meningkatkan munculnya konflik.


  • Konsekuensi konflik disfungsional antar kelompok
a. Perubahan dalam kelompok
- Meningkatkan kekompakan kelompok
- Timbulnya kepemimpinan otokratis dalam situasi konflik yang ekstrim dan ketika ancaman mulai terlihat cara kepemimpinan demokratis menjadi kurang populer, para pemimpin menjadi lebih otokratis.
- Fokus pada aktivitas
- Menekankan pada loyalitas
b. Perubahan di antara kelompok
- Destorsi persepsi
Persepsi dari setiap anggota kelompok menjadi terganggu, para anggota kelompok mengembangakan pendapat yang lebih kuat akan pentingnya kesatuan mereka.
- Stereotip yang negatif
Sejalan dengan meningkatnya konflik dan presepsi menjadi lebih terganggu, semua stereotip yang negatif yang pernah ada menguat kembali.
- Penurunan komunikasi
Dalam konflik komunikasi di antara kelompok biasanya terputus. Ini biasanya menjadi sangat tidak berguna, khususnya jika ada saling ketergantungan yang berurutan atau timbal balik.


  • Pengelompokan konflik antara kelompok
Sumber Konflik antar Kelompok
Konflik di antara kelompok terjadi pada semua tingkat dalam organisasi sosial.
Faktor utama terjadinya konflik di antara Rattlers dan Eagle.

1. Persaingan
Persaingan terjadi karena pada dasarnya kelompok akan lebih suka “mempunyai”
dari pada “ tidak mempunyai”, dan karena itu mereka mengambil langkah perencanaan
dalam mencapai dua hasil, mencapai tujuan yang diinginkan dan mencegah kelompok
lain mendapatkan tujuannya

2. Pengelompokkan Sosial
Dalam belajar mereka memahami lingkungan sosialnya dan menggolongkan
objek yang hidup dan tidak hidup. Tajfel mengusulkan bahwa “hanya permasalahan
pribadi untuk dua kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup
diskriminasi antar kelompok.” Dua dasar kategori sosial adalah (1) anggota kelompok,
dan (2) anggota kelompok lain (Hamilton, 1979).
Walaupun pengelompokkan sosial ini menolong orang memahami lingkungan
sosialnya, Tajfel (Tajfel & Turner,p. 38) mengusulkan bahwa ”hanya pemahaman pribadi
untuk dua kelompok yang nyata hanya itu, pengelompokkan sosial-cukup diskriminasi
antarkelompok”. Tajfel menyebut kelompok kecil karena (1) Anggota pada kelompok yang sama
tidak pernah bergaul dalam keadaan tatap muka, (2) identitas di dalam kelompok dan di
luar kelompok anggota tetap tidak tahu, dan (3) bukan keuntungan ekonomi perseorangan
yang bisa terjamin dengan mengizinkan banyak atau kurangan uang pada keterangan
individu. Intinya, kelompok adalah ”kognitif murni”; mereka hanya ada pada pikiran
mereka sendiri.

3. Penyerangan antaraKelompok
Dari beberapa tindakan negatif atau buruk dalam kenyataannya merupakan
ancaman bagi kelompok mencapai pertengkaran, tindakan tersebut berawal dari
penghinaan suku etnik budaya, memasuki wilayah kekuasaan kelompk lain tanpa izin
atau pencarian properti geng lain (Gannon, 1966;Yablonsky, 1959).
B. Konsekuensi Konflik antar Kelompok
Konsekuensi antar kelompok ini disarankan agar tidak dikhususkan untuk
kelompok saja, tapi beberapa konflik sejenis nisa menciptakan sejumlah perubahan yang
dapat diperkirakan yang melibatkan kelompok. Secara umum, ada dua reaksi dasar yang
terjadi. Yang pertama, perubahan dalam tim menciptakan peningkatan kekompakkan atau
rasa solidaritas, penolakan terhadap tim lain, dan diferensiasi tim yang semakin hebat.
Kedua, konflik antar tim tampaknya dapat menciptakan salah sangka atas motif dan
kualitas anggota tim lain.

Prinsip konsekuensi konflik antar kelompok mencakup :
• Proses perubahan dalam kelompok
• Konflik dan kekompakkan (solidaritas)
• Konflik dan pemolakan kelompok lain
• Konflik diantara kelompok
• Perubahan-perubahan dan persepsi yang terjadi dalam kelompok
• Kesalahan persepsi dan pemikiran bayangan (terbalik)
• Gambaran musuh yang kejam
• Gambaran kelompok bermoral
• Gambaran kekuatan kelompok
• Bayangan terbalik
• Stereotif


Perilaku Organisasi

  • STUDI ORGANISASI

Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor ini. Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja. Meskipun studi ini menelusuri akarnya kepada Max Weber dan para pakar yang sebelumnya, studi organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan. Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi. Para pakar terkemuka pada tahap awal ini mencakup:
• Chester Barnard
• Henri Fayol
• Mary Parker Follett
• Frederick Herzberg
• Abraham Maslow David McClelland
• Victor Vroom

  • PERILAKU INDIVIDU PENGARUH TERHADAP ORGANISASI
Setiap hari kita selalu mendengar orang memperbincangkan organisasi atau membaca mengenai permasalahan organisasi. Tidak peduli apapun bentuk, sifat, macam dan tujuannya. Hal ini kita tidak perlu heran karena usia organisasi adalah sama dengan usia manusia itu sendiri. Banyak kebutuhan walaupun tidak semuanya dipenuhi melalui kegiatan orang lain, bahkan hanya dengan bekerja bersama-sama dengan orang-orang lain itulah aktivitas manusia dapat berlangsung secara lebih efisien, efektif dan bermakna. Semakin kompleks kehidupan manusia, akan semakin tinggi pula tuntutan akan kemampuan mengorganisasikan seluruh satuan-satuan kerja yang ada di dalamnya. Pengembangan peradaban dan juga keberhasilan program membangun, sebenarnya ditentukan oleh kemampuan untuk mengorganisasi sumberdaya itu, dengan kata lain organisasi diperlukan untuk memelihara dan mengembangkan perikehidupan manusia, kemudian muncul satu ilmu yang secara tersendiri memusatkan perhatian pada organisasi. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu organisasi.
Organisasi dapat pula dipandang sebagai satu fenomena administrasi sehingga sering orang menyebutnya dengan “organisasi administrative”. Organisasi dapat kita temukan dalam setiap aspek kegiatan manusia, dan karena organisasi ini terdiri dari orang-orang yang berkumpul untuk mencapai satu tujuan. Karena orang-orang itu terdiri dari individu-individu maka tentunya memiliki karakter dan perilaku yang berbeda-beda. Dalam hal ini karena periaku setiap individu berbeda-beda yang mana perilaku seseorang  itu bisa saja berubah sesuai dengan tingkat kualitas SDMnya.
Dan yang ingin kami bahas adalah masalah “Pengaruh Perilaku Individu Terhadap Kinerja Organisasi”. Adapun yang menjadi alasannya karena ingin mengetahui apa dan bagaimana seharusnya agar kinerja organisasi itu baik dan tujuannya tercapai sesuai harapan.


  • PERILAKU KELOMPOK & INTERNASIONAL

A. Definisi dan Klasifikasi kelompok

Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Kelompok dapat bersifat formal maupun informal. Kelompok formal adalah kelompok yang ditetapkan oleh struktur organisasi, dengan penegasan yang ditunjuk untuk menjalankan tugas-tugas. Dalam kelompok  Dalam kelompok formal, perilaku-perilaku yang seharusnya dtunjukkan dalam kelompok ditentukan oleh dan diarahkan untuk tujuan organisasi.

Kelompok-kelompok sering terbentuk karena masing-masing anggota mempunyai satu atau lebih karakteristik yang sama. Kami menyebut formasi ini kelompok persahabatan persekutuan social, yang sering dikembang luaskan dari situasi kerja.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok

Pada umumnya kelompok-kelompok mengikuti suatu urutan baku dalam evolusi mereka. Kami menyebut urutan ini model lima tahap dari perkembangan kelompok

Tahap Pembentukan (forming)

Tahap pembentukan ini dicirikan oleh banyak sekali ketidakpastian mengenai maksud, struktur dan kepemimpinan kelompok. Para anggota mengujicoba untuk menentukan tipe-tipe perilaku apakah yang diterima baik Tahap ini selesai para anggota telah memulai tentang berpikir tenang diri mereka sendiri sebagai bagian dari suatu kelompok.

Tahap Keributan (storming)

Tahap Keributan adalah tahap konflik di dalam kelompok. Para anggota menerima baik eksistensi kelompok, tetapi melawan kendala-kendalayang dikenakan oleh kelompok terhadap individualis. Lebih lanjut, ada konflik mengenai siapa yang akan mengendalikan kelompok. Bila tahap ini telah lengkap, terdapat suatu hierarki yang relative jelas dari kepemimpinan di dalam kelompok.

Tahap Penormaan (norming)

Tahap Penormaan adalah tahap dimana hubungan yang karibdan kelompok memperagakan kesalingtarikan. Sekarang ada rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap ini selesai bila struktur kelompok telah kokoh dan kelompok itu telah menyerap perangkat harapan bersama dari apa yang menetapkan perilaku anggota yang benar.

Tahap Pelaksanaan (performing)

Pada titik ini struktur itu telah sepenuhnya fungsional dan diterima baik. Energi Kelompok telah bergeser dari mencoba mengerti dan memahami satu sama lain ke kepelaksanaan tugas di depan mata.

Tahap Penundaan (adjourning)

Dalam tahap ini, kelompok mempersiapkan pembubaran. Kinerja tugas tinggi tidak lagi merupakan prioritas puncak kelompok itu. Sebagai gantinya, perhatian diarahkan ke penyelesaian aktivitas. Respon anggota kelompok beraneka dalam tahap ini. Beberapa merasa puas, dengan bersenang-senang dalam prestasi kelompok. Yang lain mungkin murung akan hilngnya persahabatan yang diperoleh selama kehidupan kelompok kerja itu.

C. Karakteristik kepribadian

Ada banyak sekali riset tentang hubungan antara cirri kepribadian serta sikap dan perilaku kelompok. Kesimpulan umum adalah bahwa atribut yang cenderung, mempunyai konotasi positif dalm budaya kita cenderung berhubungan positif terhadap produktifitas, semangat dan kekohesian kelompok. Ini mencangkup ciri-ciri seperti misalnya kemahiran bergal, inisiatif, keterbukaan dan kelenturan. Konrtras dengan itu, karakteristik yang dievaluasi secara negative seperti misalnya otoritariarisme, dominasi dan tidakkonvensionalan cenderung berhubungan secara negative dengan variabel-variabel bergantung. Ciri-Ciri kepribadian ini mempengaruhi bagaimana individu itu berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain.

D. Stuktur Kelompok

Kelompok kerja gerombolan yang tidak terorganisasi. Kelompok kerja mempunyai suatu struktur yang membentuk perilaku anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan bagian besar dari perilaku individual di dalam kelompok itu sendiri.

E. Peran

Semua anggota adalah aktor, masing-masing memainkan suatu peran. Yang kami maksud dengan istilah ini adalah seperangkat pola perilaku yang diharapkan dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu unit


Banyak ahli dalam Hubungan Internasional berasumsi bahwa dalammelakukan tindakan internasional, individu tidak akan melakukannya sendirian,
melainkan melakukan tindakan dalam kelompok. Sebagaimana Mas’oed menyatakan
bahwa:
“peristiwa internasiona
l sebenarnya ditentukan bukan oleh individu, tetapioleh kelompok kecil (seperti kabinet, dewan penasehat keamanan, politburodan sebagainya) dan oleh organisasi, birokrasi, departemen, badan-badanpemerintahan, dan sebagainya
” (1990:46).
Untuk itu, dalam memahami permasalahan dan isu-isu serta fenomena di duniaHubungan Internasional terutama dalam upaya memahami fenomena yang penulisangkat, penulis menggunakan tingkat analisa perilaku kelompok sebagai induk dariunit analisa WOSM yang dalam hal ini adalah Organisasi Internasional.

Demokrasi Indonesia


A. PENDAHULUAN 



a. Latar Belakang 

Pembahasan tentang "Demokrasi Indonesia" merupakan pembahasan yang memang secara tidak langsung perlu diketahui oleh kalangan mahasiswa/mahasiswi Indonesia. Dengan membaca makalah ini, diharapkan orang – orang dapat mengetahui, serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembacanya.


b. Tujuan 


Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah : 


· Untuk memenuhi tuntutan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. 


· Untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembacanya. 


· Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi yang dapat di gunakan dikemudian hari. 


B. PEMBAHASAN 



Demokrasi adalah suatu pemikiran manusia yang mempunyai kebebasan  berbicara, megeluarkan pendapat. Negara Indonesia menunjukan sebuah Negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam peemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan kebebasan pers. Semua warga negar bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat bahkan dalam memilih salah satu keyakinan pun dibebaskan.
            Untuk membangun suatu system demokrasi disuatu Negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan system demokrasi di suatu Negara akan mengalami kegagalan. Tetapi yang harus kita banggakan dmokrasi dinegara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat contahnya dari segi kebebasan, berkeyakinan, berpendapat atau pun berkumpul mereka bebas bergaul tanpa ada batasan-batasan yang membatasi mereka. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna masih banyak kritik-kritik yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Dalam hal berkeyakian juga pemerintah belum sepenuhnya. Berdasarkan survei tingkat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi smakin besar bahkan demokrasi adalah system yang terbaik meskipun system demokrasi itu tidak sempurna.
            Dengan begitu banyaknya persoalan yang telah melanda bangsa Indonesia ini. Keberhasilan Indonesia dalam menetapkan demokrasi tentu harus dibanggaan karena banyak Negara yang sama dengan Negara Indonesia tetapi Negara tersebut tidak bisa menegakan system demokrasi dengan baik dalam artian gagal. Akibat demokrasi jika dilihat diberbagai persoalan dilapangan adalah meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan dijalan, semakin parahnya banjir masalah korupsi, penyelewengan dan itu adalah contoh penomena dalam suatu Negara system demokrasi, demokrasi adalah system yang buruk diantara alternative-alternatif yang lebih buruk tetapi demokrasi memberikan harapan untuk kebebasan, keadilan dan kesejahtraan oleh karena itu banyak Negara-negara yang berlomba-lomba menerapkan system demokrasi ini.
            Dalam kehidupan berpolitikdi setiap Negara yang kerap selalu menikmati kebebasan berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang di inginkan, karena pada hakikatnta semua system politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus-menerus merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu Negara mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahtraan dengan sempurna. Maka Negara tersebut adalah Negara yang sukses menjalankan system demokrasi sebaliknya jika suatu Negara itu gagal menggunakan system pemerintahan demokrasi maka Negara itu tidak layak disebut sebagai Negara demokrasi. Oleh karena itu kita sebagai warga Negara Indonesia yang meganut system pemerintahan yang demokrasi kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga dan memperbaiki, melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi terbentuknya suatu system demokrasi yang utuh di dalam wadah pemeritahan bangsa Indonesia. Demi tercapaiya suatu kesejahtraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan mengangkat Indonesia ke dalam suatu perubahan.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

A. Demokrasi pada priode 1945-1959
Demokrasi pada masa dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang dimulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, karna kurang cocok untuk indonesia. Persatuan yang dapat di galang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai karna lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.
Kekuatan sosial dan politik yang memperoleh saluran dan tempat yang realisistas dalam kontelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai “Rubber stamppresident” (presiden yang membubuhi capnya belaka) dan tentara yang karna lahir dalam repolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi oleh masyarakat indonesia pada umumnya.
B. Demokrasi Pada Priode 1950-1965
Ciri-ciri priode ini adalah dominasi dari presiden. Terbatasnya terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.
C. Demokrasi Pada Periode 1965-1998
Perkembangan demokrasi di negara kita di tentukan batas-batasnya tidak hanya oleh keadaan sosial, kulturia, gegrapis dan ekonomi, tetapi juga oleh penelitian kita mengenai pengalam kita pada masa lampau kita telah pada sampai titik dimana pada disadari bahwa badan exsekutip yang tidak kuat dan tidak kontinyu tidak akan memerintah secara efektip sekalipun ekonominya teratur dan sehat, tetapi kita menyadarinya pula bahwa badan eksekutip yang kuat tetapi tidak “commited” kepada suatu perogram pembangunan malahan mendapat kebobrokan ekonomi karna kekuasaan yang di milikinya di sia-siakan untuk tujuan yang ada pada hakikatnya merugikan rakyat.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karna demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi yang sama semua rakyat untuk itu pemerintah patit memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.
D. Demokrasi Pada Periode 1998-sekarang
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada 4 faktor kunci yaitu:
1. Komposisi elite politik
2. Desain institusi politik
3. Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
4. Peran civil society (masyarakat madani)
Ke-4 faktor diatas itu harus di jalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Pengalaman negara-negara demokrasi yang sudah established memperlihatkan bahwa institusi-institusi demokrasi bisa tetap berfungsi walaupun jumlah pemilihannya kecil. Karena itu untuk mengatur tingkat kepercayaan publik terhadap instusi tidak terletakkan pada beberapa besar partisipasi politik warga yang bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat memiliki kepercayaan terhadap institus-institusdemokrasi adalah apakah partisipasi politik mereka itu dilakukan secara suka rela atau dibayar dengan gerakan.
Harapan lain dalam suksesnya transaksi demokrasi indonesia mungkin adalahpada paran sivil society(masyarakat madani) untuk mengurangi polarisasi politik dan menciptakan kultur toleransi , transaksi demokrasi selalu di mulai dengan jatuhnya pemerintah otoriter , seadangkan panjang pendeknya maka maka transisi tergantung pada kemampuan rezim demokrasi baru mengatasi problem tradisional yang menghadang . problem paling mendasar di hadapi negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi adalah ketidak mampuan membetuk tata pemerintahan baru yang bersih, transparan dan akuntabel akibatnya legitimasi demokrsi menjadi lemah . Tanpa legitimasi yang kuat,rezim demokrasi baru akan kehilangan daya tariknya.
Secara historis, semakin berhasil suatu rezim dalam menyediakan apa yang diinginkan rakyat, semakin mengakar kuat dan dalam keyakinan mereka terhadap legitimasi demokrasi pada saat yang sama,legitimasi juga merupakan independen rezim. Semakain kuat keyakinan legitimasi demokrasi dan komitmen untuk mematuhi atuaran main sistem demokrasi, semakin manjur rezim dalam merumuskan kebijakan untuk merespon persoalan yang di hadapi masyarakat. Legitimasi demokrasi juga bisa di pengaruhai oleh bagaimana institusidemokrasi tertentu mengartikulasi bentuk-bentuk otoritas yang terlegitasi dan kemudian melakukan sosialisasi, penyebaran pendidikan dan perubahan kultur sosial , performance rezim bukan hanya dinilai dari perkembangan remormasi sosial, melainkan juga meliputi dimensi politik krusial lain seperti kemampuan untuk mewujudkan ketertiban, memerintah secara transparan, menegaskan hukum (Rule Of Law) dan menghargai serat mempertahankan aturan main demokrasi.
Diatas segala-galanya yang juga di butuhkan oleh demokrasi yang baru tumbuh seperti di negri kita adalah pengelolaan yang efektip di bidang ekonomi, selain bidang pemerintah. Dengan demikian penerapan demokrasi tidak saja dalam area politik, melainkan dalam bidang eonomi,sosial, dan budaya. Jika demokrasi yang baru tumbuh dapat mengelola pembangunan ekonomi efektif maka mereka juga dapat menata rumah tangga politik mereka dengan baik, tetapi ketegangan-ketegangan yang segera timbulakibat pertumbuhan ekonomi bisa jaadi juga menggerogoti stablitas demokrasi dalam jangka panjang.
Indikasi kearah terwujudnya kehidupan demokrattis dalam area transisimenuju demokrasi di indonesia antara lain adanya reposisi dan redifinasi TNI dalam kaitannya dengan keberadaannya pada sebuah negara demokrasi di amandemennya pasal- pasal dalam konstitusi negara RI (amandemen 1-IV) adanya kebebasan pers di jalankan kebebasan otonomi daerah dan sebagainya. Akan tetapi sampai saat ini pun masih di jumpai indikasi- indikasi kembalainya kekuasaan status Quo yang ingin memutarbalikkan arah demokrasi indonesia kembali ke periode sebelum orde reformasi. Oleh karenaitu, kondisi transisi dmokrasi di indonesia masih berada di persampingan jalan yang belum jelas kemana arah perubahannya.



Kesimpulan


Dengan demikian telah kita lihat bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dari waktu ke waktu. Namun kita harus mengetahui bahwa pengertian Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Adapun aspek dari Demokrasi Pancasila antara lain di bidang aspek Aspek Material (Segi Isi/Subsrtansi), Aspek Formal, Aspek Normatif, Aspek Optatif, Aspek Organisasi, Aspek Kejiwaan. Namun hal tersebut juga harus didasari dengan prinsip pancasila dan dengan tujuan nilai yang terkandung di dalamnya.  Oleh karena itu, kita dapat merasakan demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.

PERLUNYA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI



A. PENDAHULUAN



a. Latar Belakang

Pembahasan tentang “Perlunya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi” merupakan pembahasan yang memang secara tidak langsung perlu diketahui oleh kalangan mahasiswa/mahasiswi Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :

· Pendidikan Pancasila

· Pendidikan Agama

· Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

Dengan membaca makalah ini, diharapkan orang – orang dapat mengetahui seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan itu disuatu jenjang pendidikan / perguruan tinggi itu sendiri, serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembacanya.


b. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah :

· Untuk memenuhi tuntutan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

· Untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembacanya.

· Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi yang dapat di gunakan dikemudian hari.


B. PEMBAHASAN

Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.

Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkanCivics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaranCivics membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari ilmu politik.

Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri maupun swasta.

Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :

· Pendidikan Pancasila

· Pendidikan Agama

· Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).

Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atauCivics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau ”Civic Education”. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan termasuk salah satu mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dimana kelompok mata kuliah ini merupakan pendidikan umum yang sifatnya sangat fundamental/mendasar.

Mata kuliah Pengembangan Kepribadian terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Pancasila

3. Pendidikan Kewarganegaraan

Adapun tujuan diberikannya MKPK ini agar para sarjana Indonesia memiliki kualifikasi.

1. Taqwa kepada Allah - Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini dan dipeluknya, serta memiliki sikap tenggang rasa/toleransi terhadap agama/keyakinan orang lain.

2. Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan dan tindakan mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila serta memiliki integritas moral yang tinggi, yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.

3. Memiliki wawasan yang untuk/komprehensif dan pendekatan yang integral dalam mensikapi permasalahan kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.

Adapun mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) diwajibkan disemua lembaga pendidikan tinggi seperti tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa, suatu aspek yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, serta menjadi dasar dan landasan bagi semua aspek lainnya. Sementara mata kuliah lain yang dikelompokkan dalam Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian (MKK) merupakan sejumlah mata kuliah yang dimaksudkan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dengan kata lain dikuliahkannya MKDK dan MKK adalah dalam rangka untuk mengembangkan aspek kemampuan (abilitas) mahasiswa yang seluruhnya bermuara pada satu tujuan agar kelak ia cakap menghadapi kehidupan yang serba menantang dan lebih khusus lagi ia bisa dapat pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai.

Berkaitan dengan perlunya setiap orang mengembangkan kedua aspek yang paling mendasar itu, yaitu aspek kepribadian dan aspek kemampuan, kiranya patut disimak apa yang pernah diucapkan oleh Albert Einstein bahwa ”Science without religion is blind. Religion without science is lame”. Suatu pengetahuan tanpa dilandasai oleh moralitas agama adalah buta. Agama tanpa didukung oleh pengetahuan lumpuh.

Dalam ungkapan yang berbeda namun esensinya sama, Driyarkara menyatakan bahwa dalam suatu kehidupan terdapat sekian banyak nilai,wert atau values. Namun kalau diklasifikasikan hanya ada dua nilai saja, yaitu nilai alat (tool) dan nilai tujuan. Driyarkara memasukkan aspek kepribadian ini ke dalam nilai tujuan, sedang aspek kemampuan (abilitas) dimasukkannya ke dalam nilai alat. Bagi manusia harus dibedakan antara nilai alat dan nilai tujuan. Nilai tujuan ialah kesempurnaan pribadi manusia. Nilai-nilai lainnya, yang hanya memuaskan atau menolong kejasmanian manusia adalah nilai alat dan (sama sekali) bukan nilai tujuan. Agar supaya perbuatan manusia tidak menjadi kegila-gilaan, maka nilai alat harus tetap menjadi/sebagai nilai alat, dan tidak boleh dijadikan sebagai nilai tujuan.

Menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000, antara lain dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap maupun melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedang komptensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab warga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Yang dimaksud dengan cerdas adalah tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak. Sedang sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tidakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika ajaran agama dan budaya. Oleh karen aitu maka Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab dari mahasiswa dengan beberapa perilaku, yaitu:

1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia.

2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.

3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.

5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi setiap warga negara NKRI pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek kehidupan.

Landasan-landasan hukumnya adalah :

a. Undang-Undang Dasar 1945

1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan negara.

2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.

3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982

Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia.

1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.

2. Pasal 19, ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.

b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.

c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989

Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa : ”Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

-SEKIAN-

C. PENUTUP

a. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagaimana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan memiliki visi, misi, tujuan dan ruang lingkup isi. VISI mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Adapun MISI mata pelajaran ini adalah membentuk warga Negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan UUD 1945.

Adapun TUJUAN mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut :

· Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan.

· Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab.

· Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.



b. Saran

Saya sebagai penyusun makalah ini mengharapkan segala saran dan kritikan yang sangat-sangat membangun, sebagai hasil dari penyempurnaan makalah saya ini.

This is me!

Pengikut